Logika
Ini tak jauh tentang hati, yg seringkali menolak untuk sepaham dengan logika. Ketika ia tak lagi mengindahkan pepatah mungkin di situ kesalahan awal yang beruntut dan membuntut hingga sekarang.
Dua kali keheningan malam membuncah, memecah dan menyakiti hati yg mudah patah. Tak jauh kasus pun dari layar, layar handphone yg kabarkan, yang seolah ia pun tak mau aku tau namun aku menguliknya. Aku selalu ingin tau, tapi ujung2 nya sama, aku menangis karna luka, kecewa, tanpa air mata! Karena ku rasa air mata itu terlalu mulia untuk sekedar menetes demi 4 huruf di satu nama. T***.
Desir angin tak lagi ku rasa sejuk, dingin malam tak lagi ku rasa menusuk, keringat malah mengucur mewakili 25° suhu Cibitung malam ini. Bara api ini tak dapat ku padamkan sejenak, ia menelisik ke masa lalu, mengingat, tapi aku malah mengutuk semua itu, ku rasa itu bukan salahku, aku tak memulai ketika itu, akupun sempat menolak, namun tidak tau pasti bagaimana akhirnya aku menjatuhkan hati yg lugu ini pada sosoknya. Orang yg akhirnya aku titipi rasa dan asa. Namun bagaimana ceritanya jika sekarang ia bilang hanya ingat pada orang di 10 tahun yg lalu? Tak adakah aku di kurun waktu itu? Aku tak menuntut dan tak mau bertanya kenapa tidak ada aku, tapi bisakah dulu kau tak usah mengganggu aku jika dia selalu kau ingat dalam sepanjang perjalanan fantasy mu.
Pergolakan ini belum dapat ku hentikan, aku yg menyesal mengindahkan janji janji manis yg semu, ah... maafkan hati yg lugu ketika itu, yg tak mampu membedakan angin segar dari orang yg tulus atau sekedar mau masuk ke dunia fantasi. Aku tak mau mengutuk apapun karena kekecewaanku, karena sekarang pun aku berdiri di tanah kelahirannya. Bumi yang membesarkannya, yang tau bagaimana ia bermanja pada ibunya. Jika ku tau pusaranya ingin ku mengadu, ibu, ian anakmu sempat ku sayangi namun tak sempat ku bahagiakan.
Bekasi, 19 Juli, dari hati yg tak mengindahkan logika lagi.
2018
Dua kali keheningan malam membuncah, memecah dan menyakiti hati yg mudah patah. Tak jauh kasus pun dari layar, layar handphone yg kabarkan, yang seolah ia pun tak mau aku tau namun aku menguliknya. Aku selalu ingin tau, tapi ujung2 nya sama, aku menangis karna luka, kecewa, tanpa air mata! Karena ku rasa air mata itu terlalu mulia untuk sekedar menetes demi 4 huruf di satu nama. T***.
Desir angin tak lagi ku rasa sejuk, dingin malam tak lagi ku rasa menusuk, keringat malah mengucur mewakili 25° suhu Cibitung malam ini. Bara api ini tak dapat ku padamkan sejenak, ia menelisik ke masa lalu, mengingat, tapi aku malah mengutuk semua itu, ku rasa itu bukan salahku, aku tak memulai ketika itu, akupun sempat menolak, namun tidak tau pasti bagaimana akhirnya aku menjatuhkan hati yg lugu ini pada sosoknya. Orang yg akhirnya aku titipi rasa dan asa. Namun bagaimana ceritanya jika sekarang ia bilang hanya ingat pada orang di 10 tahun yg lalu? Tak adakah aku di kurun waktu itu? Aku tak menuntut dan tak mau bertanya kenapa tidak ada aku, tapi bisakah dulu kau tak usah mengganggu aku jika dia selalu kau ingat dalam sepanjang perjalanan fantasy mu.
Pergolakan ini belum dapat ku hentikan, aku yg menyesal mengindahkan janji janji manis yg semu, ah... maafkan hati yg lugu ketika itu, yg tak mampu membedakan angin segar dari orang yg tulus atau sekedar mau masuk ke dunia fantasi. Aku tak mau mengutuk apapun karena kekecewaanku, karena sekarang pun aku berdiri di tanah kelahirannya. Bumi yang membesarkannya, yang tau bagaimana ia bermanja pada ibunya. Jika ku tau pusaranya ingin ku mengadu, ibu, ian anakmu sempat ku sayangi namun tak sempat ku bahagiakan.
Bekasi, 19 Juli, dari hati yg tak mengindahkan logika lagi.
2018
Komentar
Posting Komentar